
KARAWANG, AWESH.id-Sembilan tahun sudah, Acep Sutarya (46) dan istrinya Fitria (46) telah mengelola Rumah Makan Bengkel Patuangan yang berlokasi di belakang Kodim 0604, Jalan Veteran Irigasi, Nagasari, Karawang Timur.
Mereka menumpahkan tenaga dan harapan pada rumah makan itu. Setiap hari, usaha kecil tersebut mampu meraih omzet sekitar satu juta rupiah. Warung itu buka dari pukul 08.00 WIB hingga 19.00 WIB, setiap jamnya adalah waktu yang penting untuk bertahan hidup.
Bukan waktu yang singkat untuk tetap bertahan dan eksis. Banyak cerita, tenaga, dan upaya yang telah dicurahkan Sutarya demi menjaga Bengkel Patuangan tetap berdiri hingga hari ini.
Sutarya bercerita tentang awal mula Bengkel Patuangan. Sekitar tahun 2006, ketika ia bekerja di perusahaan tisu Saudi Paper Manufacturing, Arab Saudi, ia melihat peluang usaha yang berkaitan dengan hobi memasaknya. Banyak rekan-rekan sesama pekerja asal Indonesia yang merindukan cita rasa masakan nusantara.
Peluang itu segera ia tangkap.
Atas saran seorang teman, lahirlah nama Bengkel Patuangan. Patuangan berarti perut dalam bahasa Sunda. Nama itu menggambarkan sebuah bengkel yang menyediakan makanan bagi siapa pun yang datang dengan perut kelaparan.
Baca juga: Tempat Hangout Cozy dengan Kuliner Lokal hingga Asia Hadir di Karawang
Konsepnya sederhana Sutarya menawarkan jasa memasak bagi para pekerja Indonesia maupun warga lokal. Ia memasak hidangan seperti nasi kebuli, rendang, hingga sate. Usaha rumahan itu pun menjadi sumber penghasilan tambahan baginya selama bekerja di perantauan.
Bengkel Patuangan sudah menjadi konsep nama dagang yang ingin dibawa Sutarya ke Indonesia kelak. Demi mematangkan rencana itu, ia bahkan rela bekerja paruh waktu di sebuah restoran di Arab Saudi untuk mempelajari manajemen dapur mulai dari persiapan bahan, standar operasional prosedur (SOP) memasak, hingga manajemen persediaan.
“Bagaimana caranya memasak dengan cepat dan melayani banyak pelanggan itu saya bisa,” kata Sutarya di Bengkel Patuangan, Rabu (19/11/2025).
Enam bulan sebelum pulang ke Indonesia, Sutarya mendapat kabar jika saudara iparnya telah membuka usaha soto Lamongan di Galuhmas, Telukjambe Timur, Karawang dan mengajaknya untuk bergabung ketika pulang ke Indonesia. Hal itu membuat keinginan Sutarya membuka rumah makan semakin kuat. Hingga akhir pada Tahun 2011, dia memilih pulang ke Indonesia.
Enam bulan sebelum kembali ke Indonesia, Sutarya mendapat kabar bahwa saudara iparnya telah membuka usaha soto Lamongan di Galuhmas, Telukjambe Timur, Karawang. Ia diajak untuk bergabung saat pulang nanti. Tawaran itu semakin menguatkan hasrat Sutarya untuk membuka rumah makan.
Pada tahun 2011, ia memutuskan pulang ke Tanah Air. Namun setibanya di Karawang, Sutarya justru merasa kecewa. Usaha soto Lamongan yang dijanjikan ternyata sudah bangkrut. Akhirnya, ia memilih kembali bekerja di sebuah pabrik kertas di Tangerang.
Di Tangerang, Sutarya bekerja hingga tahun 2015, lantaran perusahaannya bangkrut. Kondisi itu membuat ia dan istrinya kembali membahas rencana untuk bertahan hidup ke depan. Sutarya menyampaikan keinginannya untuk kembali ke Karawang dan membuka rumah makan dengan nuansa pinggir sungai. Istrinya pun mendukung penuh rencana Sutarya.
Pada tahun 2016, Sutarya kembali ke Karawang dan segera mencari lokasi untuk membuka rumah makan. Ia akhirnya menemukan tempat yang cocok di kawasan Koperasi Pedagang Kaki Lima Indonesia (KPKLI), dengan pemandangan saluran irigasi Sungai Citarum di Jalan Veteran.
“Suasananya cocok di sini, ada aliran sungai juga. Lalu saya membuka masakan Betawi karena istri saya orang Betawi. Setelah itu, saya padukan dengan konsep masakan Arab dan Sunda,” ujarnya.
Usaha Sutarya yang mulai berkembang kembali diterjang badai. Pada 2 Maret 2020, pemerintah mengumumkan kasus pertama warga Indonesia yang terkonfirmasi positif Covid-19.
Tak lama kemudian, penyebaran virus semakin meluas hingga pemerintah memberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Dalam aturan tersebut, seluruh tempat makan dilarang melayani makan di tempat dan hanya diperbolehkan melakukan penjualan secara take away atau pesan antar.
Untuk mempertahankan usahanya, Sutarya mulai memikirkan strategi penjualan online. Ia kemudian menghubungi temannya yang bekerja sebagai ojek online di layanan pesan antar makanan untuk membuatkan akun Bengkel Patuangan.
“Hampir semua menu saya masukkan, dari nasi kebuli, soto Betawi, sate maranggi, cobek ikan nila. Karena ini menu yang banyak dipesan konsumen,” kata dia.
Melalui penjualan online, Sutarya akhirnya berkenalan dengan Tri, layanan telekomunikasi prabayar dan pascabayar yang kini dikelola oleh Indosat Ooredoo Hutchison (IOH). Perkenalan itu terjadi karena beberapa pelanggannya bekerja di perusahaan tersebut.
Jaringan internet yang luas dan kuat menjadi kebutuhan penting bagi Sutarya dalam menjalankan penjualan online. Berkat itu, Bengkel Patuangan terus bertahan dan semakin dikenal oleh konsumen.
Bahkan setelah Covid-19 mulai mereda dan hingga berlalu, banyak pelanggan online yang datang langsung ke lokasi untuk membeli di tempat. Kondisi tersebut membuat Sutarya dan istrinya kewalahan karena harus melayani pembeli yang datang ke warung sekaligus mengurus pesanan online.
“Saya keteteran, harus melayani online juga dan yang datang juga. Kalau sekarang memang saya stop dulu yang di aplikasi online. Karena ada masalah di akun, jadi perubahan harga makanannya masih bisa berubah di aplikasi, jadi saya stop dulu saja,” kata dia.
Perjalanan Sutarya membuktikan bahwa setiap tantangan selalu membawa kesempatan baru. Di tengah kisah perjuangan itulah, Sutarya merasakan pentingnya konektivitas yang stabil untuk menjaga penjualan online tetap berjalan. Baginya, era digital memberi peluang baru bagi pelaku UMKM, sejalan dengan semangat Tri Indosat yang mendorong masyarakat untuk berkembang bersama melalui slogan “Ini Waktunya Kita.”
Baca juga: 20 Inovasi Olahan Ikan Bandeng, Ada Puding Anti Stunting
Sementara itu EVP–Head of Circle Jakarta Raya (JAYA) Indosat Ooredoo Hutchison, Chandra Pradyot Singh mengatakan, pemerataan jaringan menjadi fokus utama perusahaan. Indosat terus meningkatkan kapasitas, memperluas cakupan, dan memastikan kawasan-kawasan ekonomi seperti pasar, pusat kuliner, hingga destinasi wisata tetap memiliki akses internet yang stabil.
“Kami mengejar pemerataan jaringan melalui peningkatan kapasitas, optimasi site, dan perluasan layanan berbasis kebutuhan masyarakat,” kata Chandra.
Chandra mengatakan, tidak semuanya bisa diselesaikan dalam satu malam, tetapi arahnya jelas, yakni memastikan para pelaku usaha punya akses yang layak untuk berkembang. Kawasan UMKM, kata dia, merupakan denyut nadi ekonomi daerah. Wilayah-wilayah seperti pasar, pusat kuliner, kawasan wisata, dan titik-titik aktivitas ekonomi lainnya dipastikan selalu terkoneksi.
“Jika traffic UMKM bergerak, maka ekonomi wilayah ikut bergerak; jadi, tentu hal tersebut jadi prioritas kami,” kata Chandra.
Melalui langkah tersebut, Indosat berharap kontribusinya dapat mendorong percepatan digitalisasi dan membuka peluang usaha yang lebih luas bagi UMKM di berbagai daerah.