
AWESH.id-Sekira pukul 11.00 WIB, Rabu (17/4/2024) di Karawang tengah panas terik. Di pinggir sungai, Desa Bengle ada papan penunjuk. Melintasi gerbang sebuah perumahan, sekira 200 meter, dua sepeda motor berhenti di sebuah tempat bertuliskan Imah Urang Eco Park.
Begitu masuk, sebuah jembatan bambu di atas sungai kecil langsung menyambut. Begitu masuk, kita seperti menemukan oase. Tempat rindang nan tenang, jauh dari hiruk pikuk kota dan kendaraannya yang bising.
Andi, salah seorang pengunjung, langsung memesan segelas kopi arabika, lalu duduk di sebuah meja cokelat, di pojok Imah Urang.
Andi mengetahui tempat itu usai melihat story whatshapp temannya. Setelah itu, entah mengapa ia ingin datang.
“Benar, tenang, cocok untuk mencari ispirasi,” ujar Andi.
Imah Urang, tempat seluas sekitar setengah hektar itu nampak rindang dengan berbagai pepohonan. Tak hanya itu, ada bale – bale, cafe, tempat permainan anak, kursi – kursi, food forest, hingga area edukasi agri culture.
Nampak juga, sekelompok ibu – ibu yang tengah asik ngerumpi. Kelompok lainnya yang memakai pakaian merah putih sedang membagikan doorprise.
Imah Urang memadukan unsur Sunda, terutama Karawang denggan Bali. Misalnya ada leuit, lumbung padi khas Karawang, dan ornamen kain kotak khas Bali.
Selain cocok untuk berteduh dari teriknya sinar matahari, Imah Urang juga menawarkan edukasi yang mengusung konsep keberlanjutan. Salah satunya mengenalkan bertani, seperti menanam padi, kepada anak – anak.
Yenny Wijaya, pendiri Imah Urang, menyebut tempat itu dulunya adalah sawah dan kebun. Seperti namanya, Yenny ingin menghadirkan tempat yang nyaman di tengah kota Karawang.
“Kita masih ada udara yang bagus di sini dan angin yang sepoi – sepoi. Pada saat di luar sana temperatur udaranya 32 derajat kita masih 28 derajat. Jadi masih sangat nyaman untuk berada di Imah Urang,” ucap Yenny.
Yenny pun menceritakan jalan panjang lahirnya Imah Urang. Imah Urang dirintis sejak 2019, sebelum pandemi Covid-19 melanda. Sempat mandek dan kembali dilanjut setelah pandemi Covid – 19 mereda, sekitar tahun 2022. Yenny juga sempat mendatangkan sejumlah bule melancong ke Imah urang.
“Ceritanya panjang, saat itu dengan jejaring kami, kami bekerjasama mendatangkan murid – murid dari sekolah internasional ke Imah Urang karena saat itu mereka boleh keluar tapi tidak menginap. Setelah pandemi mereka boleh menginap,sehingga pastinya memilih destinasi lain, karena itu, kami putar otak lagi,” ujar Yenny.
Dengan modal nekat dan sokongan pengalaman dan jejaringnya, Yenny meneguhkan niat membuat arena edukasi terpadu. Ada juga sarana permainan anak yang masih dirampungkan.
“Unggulan kami adalah edukasi tentang agriculture. Kami juga sedang mengembangkan food forest ala Imah Urang,” ujar Yenny.
Ia juga menerapkan konsep keberlanjutan dengan memanfaatkan limbah sebagai ornamen di Imah urang. Misal meja dari limbah kayu dan besi bekas bangunan. Juga lantai dari limbah gerinda.
“Mayoritas bangunan di sini kita pakai recyle. Kegunaannya kita pakai, dan sedikit sekali yang pakai plastik,” ujar Yenny.
Selain nongkrong atau menemani anak bermain, pengunjung bisa bersantai di sejumlah tempat. Termasuk menyesap kopi favorit atau teh bunga telang plus mengunyah cireng di pinggir kali.
Di tempat ini juga ada pemancingan, lapangan, camping ground, hingga area family gathering. Ada juga paket camping, edukasi, hingga meeting yang harganya negosiable.
Harga tiket masuknya Rp 10.000 dan buka Senin hingga Minggu mulai pukul 08.00 WIB sampai 18.00 WIB. Lokasinya di Perum Bumi Pasundan, Blok H Nomor 9 – 12, Dusun Buniaga, Desa Bengle, Kecamatan Majalaya, Karawang, Jawa Barat. Lokasinya bisa diakses melalui Imah Urang https://g.co/kgs/3PMzwkg.