9 November 2024

Pangkostrad Jadi Bapak Asuh Satwa Langka Penggunungan Sanggabuana

Awesh Headline
Pangkostrad) Letjen TNI Maruli Simanjuntak menjadi bapak asuh satwa dilindungi di Pegunungan Sanggabuana.
Pangkostrad Letjen TNI Maruli Simanjuntak menjadi bapak asuh satwa dilindungi di Pegunungan Sanggabuana. Dok. SCF.

AWESH.id-Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Pangkostrad) Letjen TNI Maruli Simanjuntak menjadi bapak asuh satwa dilindungi di Pegunungan Sanggabuana.

Perwira Tinggi TNI AD lulusan Akmil 1992 ini menyatakan komitmennya setelah melakukan penanaman pohon secara simbolis dan melakukan pelepasan dan serah terima satwa dilindungi di Denharrahlat Kostrad Sanggabuana. Salah satu satwa dilindungi yang diserahkan oleh Pangkostrad adalah Elang Jawa atau Nisaetus bartelsi yang identik dengan lambang negara Indonesia, Garuda Pancasila. Didampingi pejabat tinggi Kostrad dan Komandan Denharrahlat Kostrad, Maruli menerima sertifikat sebagai bapak asuh satwa langka Sanggabuana dari Sanggabuana Wildlife Ranger yang dibentuk oleh Sanggabuana Conservation Foundation (SCF).

Maruli Simanjuntak mengatakan, Sanggabuana sebagai daerah latihan Kostrad juga menjadi habitat bagi satwa-satwa langka dilindungi negara. Tidak hanya macan tutul saja, tetapi juga banyak primata endemik. Termasuk top predator penguasa langit, yaitu Garuda. Satwa dilindungi yang masuk dalam Permen 106/2018 ini secara hukum milik negara, jadi sebagai prajurit TNI wajib untuk ikut melindungi.

Baca juga: Plt Bupati Karawang Minta Perusahaan Pekerjakan Disabilitas

“Jadi oleh Ranger saya diminta untuk mengadopsi beberapa sarang burung julang emas dan elang. Jadi saya sebagai bapak asuhnya. Satwa-satwa yang saya adopsi ini, juga satwa lainnya, jangan coba-coba untuk diburu atau ditangkap,” kata Maruli dalam keterangan tertulis yang diterima AWESH.id, Jumat (24/11/2025).

Bersama Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) dan Ranger, Maruli memastikan Denharrahlat akan mendukung program ini dan akan terlibat mengawasi langsung di lapangan.

Selain melarang perburuan satwa dilindungi, Maruli juga berupaya memberi solusi bagi warga sekitar. Misalnya memberikan solusi dengan memberikan domba dan bibit pohon buah serta membuka lahan pertanian cabe, pepaya california dan pisang gapendis.

“Tujuannya agar masyarakat bisa beternak dan bertani. Sehingga diharapkan tidak memburu satwa – satwa langka yang ada di Gunung Sanggabuana,” kata Maruli.

Sebelumnya Pangkostrad juga menyerahkan 3 ekor satwa langka dilindungi kepada BBKSDA Jawa Barat untuk dirahabilitasi sebelum nantinya akan dilepasliarkan kembali di Sanggabuana. Satwa-satwa liar ini merupakan hasil penyerahan masyarakat setelah diedukasi oleh Prajurit Kostrad yang bertugas di Denharrahlat Kostrad Sanggabuana. Ketiga jenis satwa itu yakni satu ekor elang jawa atau garuda Nisaetus bartelsi dan dua ekor elang brontok atau Nisaetus cirhatus.

Seperti diketahui, dalam hasil pendataan dan kajian ilmiah oleh SCF, di kawasan pegunungan Sanggabuana terdata ada 337 satwa liar. Sejumlah 41 diantaranya adalah satwa langka dilindungi sesuai Permen 106 Tahun 2018 tentang jenis tumbuhan dan satwa dilindungi. Dari 337 satwa liar ini, 267 jenis satwa masuk dalam IUCN Red List, dan 32 jenis satwa masuk dalam daftar Appendiks CITES.

Baca juga: Taruna Makmur Inisiasi Petrokimia Gresik Diperluas Pupuk Indonesia, Dinilai Berikan Manfaat Besar

Bernard T. Wahyu Wiryanta, Dewan Pembina SCF dan Ranger Sanggabuana mengatakan,  setelah lama bergiat di Sanggabuana dibantu oleh Kostrad, kali ini pihaknya meminta Pangkostrad untuk ikut membantu penyelamatan satwa liar di kawasan hutan Sanggabuana dengan menjadi Bapak Asuh satwa liar dilindungi.

“Tujuannya untuk melindungi satwa liar dari para pemburu yang masih marak di Sanggabuana,” kata Bernard.

Saat ini untuk pemberdayaan masyarakat di sekitar hutan, kata Bernard, terutama mengantisipasi para pemburu satwa, SCF mulai membuka adopsi sarang burung yang ada telor atau anak burungnya. Satwa yang diadopsi kemudian dijaga oleh masyarakat yang menerima manfaat finansial dari adopsi ini. Nilainya lebih besar dari menjual satwa buruannya.

“Ya sekarang silahkan saja, kalau masih nekat berburu tidak hanya akan berurusan dengan Ranger, tetapi juga dengan Gakkum KLHK, Kepolisian dan Prajurit TNI,” ujar Bernard.

Selain menerima manfaat dari adopsi satwa, masyarakat yang menjaga sarang burung juga menjadikan sarang burung yang berisi anak-anak burung langka ini sebagai obyek penelitian dan obyek foto para wisatawan minat khusus pengamatan burung atau Birdwatching.

“Jadi masyarakat mendapat manfaat yang nilai ekonominya lebih besar ketika menjaga sarang burung dibanding berburu,” katanya.

Selain itu berburu satwa di Sanggabuana beresiko mendapat sanksi pidana sesuai dengan Undang Undang Nomor 5 Tahun 1990 yang ancaman hukumannya 5 tahun penjara dan denda 100 juta.

Saat ini, kata Bernard, kawasan hutan Pegunungan Sanggabuana sedang berproses dalam perubahan fungsi hutan secara parsial menjadi kawasan konservasi berupa Taman Nasional. Perubahan fungsi ini supaya ada upaya perlindungan dan pelestarian dari Pemerintah. Dan kebetulan Pemkab Karawang pun sudah memasukkan kawasan Sanggabuana sebagai kawasan konservasi dalam Raperda Rencana Tata Ruang Tata Wilayah (RTRW) Kabupaten Karawang.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Ke Atas