21 Januari 2025

Revitalisasi KCBN Muarajambi Jadi Prioritas

Edukata
Revitalisasi KCBN Muarajambi Jadi Prioritas
Salah satu candi di KCBN Muarajambi. Dok. Kemdikbud RI.

AWESH.id-Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi memprioritaskan revitalisasi Kawasan Cagar Budaya Nasional Candi (KCBN) Muarajambi. Revitalisasi dilakukan sebagai upaya untuk mendorong pengakuan dan usulan Muarajambi sebagai situs Warisan Dunia UNESCO.

KCBN Muarajambi telah menjadi fokus pelestarian karena situs ini memiliki bentuk struktur bata yang khas dan nilai historis yang menarik. Situs ini berlokasi di lahan yang dikelilingi oleh parit sebagai jalur transportasi dan pengendalian banjir.

Struktur bata yang telah diinventarisasi berjumlah 88 buah. Sembilan di antaranya telah dilakukan pemugaran. Yakni Candi Astano, Candi Kembarbatu, Candi Tinggi, Candi Tinggi I, Candi Gumpung, Candi Gumpung I, Candi Gedong I, Candi Gedong II, dan Candi Kedaton.

Baca juga: Tiga Situs Sejarah di Karawang jadi Cagar Budaya

Candi Muarajambi dinilai merepresentasikan keunikan yang luar biasa dalam tradisi spiritual dan pendidikan Buddhisme di Asia Tenggara. Situs ini tidak hanya menyimpan nilai sejarah dan budaya yang mendalam, tetapi juga menjadi saksi bisu atas pertukaran pengetahuan dan nilai spiritual antar generasi.

Kawasan Candi Muarajambi memiliki luas 3.981 hektar dan telah ditetapkan sebagai warisan budaya nasional berdasarkan penetapan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 259/M/2013. Pada tahun 2022, telah dilakukan Program Revitalisasi KCBN Muarajambi yang meliputi pemugaran, perencanaan pemugaran, normalisasi parit keliling, dan penataan lingkungan.

Pada tahun 2024 ini akan dilakukan Pembangunan Museum, Pemugaran Candi Kotomahligai dan Candi Paritduku, Perencanaan Pemugaran Candi Sialang dan Candi Alun-Alun, dan Penataan Lingkungan Candi Kotomahligai, Candi Kedaton, Candi Gedong, dan Candi Astano serta Normalisasi parit dan kolam.

Pelestarian candi-candi tersebut bertujuan untuk menajamkan akal budi, dan menguatkan rasa kemanusiaan. Juga untuk menyusuri jejak masa lampaunya sebagai poros edukasi Budhisme tertua dengan area terluas di Asia Tenggara.

Sekretaris Direktorat Jenderal Kebudayaan, Fitra Arda mengatakan, revitalisasi KCBN Muarajambi merupakan sebuah langkah tindak lanjut dari Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan. Dalam UU tersebut, ada dua hal yang dituju, yaitu berkaitan dengan ketahanan budaya serta kontribusi budaya Indonesia di tengah peradaban dunia.

Pelestarian KCBN Muarajambi, kata Fitra, tidak hanya berfokus pada cagar budaya, tetapi juga mengembangkan pelindungan alam dan lingkungan.

“Beberapa kegiatan yang dilakukan dalam revitalisasi di kawasan ini, yaitu menjadikan kawasan ini sebagai pusat pendidikan, penguatan sumbu imajiner dengan menata kawasan candi, penguatan ekosistem melalui ekonomi kerakyatan berbasis kebudayaan takbenda,” kata Fitra Arda dalam keterangan yang AWESH.id terima.

Baca juga: Hari Lahir Keumalahayati dan AA Navis Ditetapkan UNESCO jadi Perayaan Internasional

Kawasan ini akan dibentuk tata kelola di bawah naungan Museum dan Cagar Budaya. Untuk mendukung upaya revitalisasi ini, Direktorat Jenderal Kebudayaan (Ditjenbud) telah memusatkan agenda ke Muarajambi. Misalnya, untuk menguatkan nilai dari kawasan ini, Ditjenbud melaksanakan Festival Kenduri Swarnabhumi dan Pasar Dusun Karet (Paduka). Paduka merupakan tempat untuk menjual makanan atau minuman khas masyarakat Desa Muarajambi.

Fitra berharap pengembangan kawasan ini tidak menghilangkan esensi pedesaannya dan masyarakat menjadi aktor utama dalam pengelolaannya. Selain itu, kata dia, pembangunan KCBN Muarajambi juga bertujuan untuk mengedukasi masyarakat bahwa kebudayaan bukan sekedar cagar budaya dan seni tari. Menurutnya, kebudayaan adalah metode dalam pembangunan dan menyiapkan fondasi dasar bagi kemajuan bangsa.

“Saat ini, kebudayaan sudah tidak lagi dianggap sebagai cost, tetapi investasi jangka panjang,” ujar Fitra.

Kepala Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah V Agus Widiatmoko, mengatakan, KCBN Muarajambi jangan hanya dipandang sebagai destinasi pariwisata, melainkan sebagai pusat peradaban yang mencerminkan warisan budaya.

“Kita harus melihat Muarajambi sebagai pusat peradaban yang menyediakan ruang untuk belajar dan penelitian yang mendalam,” ucap Agus.

Selain itu, peran masyarakat sangat penting untuk menjadi wahana bagi pengembangan ekonomi lokal dan pemajuan pendidikan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Ke Atas